Seputar Tentang Nias
Assalamualaikum
wr.wb
Selamat
datang di blog saya, pada kesempatan kali ini saya akan membahas suatu
kebudayaan Indonesia yang tentunya tidak asing lagi untuk orang awam, yaitu Suku
Nias. Mengapa saya memilih membahas Suku Nias? Padahal Indonesia negeri yang
kaya akan kebudayaan dan suku didalamnya, bahkan tak sedikit kebudayaan
Indonesia telah diakui UNESCO. Ya kembali lagi ke pertanyaannya, karena saya
ingin semua mengenal kebudayaan Nias yang begitu banyak, salah satunya tradisi
yang ada di gambar uang 1000 ini heheheh J. Penasaran? Langsung aja
cekidot!!
NIAS
Pulau Nias yang terletak di sebelah
barat pulau Sumatra lebih tepatnya terletak kurang lebih 85 mil laut dari
Sibolga ,daerah Provinsi Sumatera Utara. ini dihuni oleh suku Nias atau mereka
menyebut diri mereka Ono Niha yang masih memiliki budaya megalitik. Pulau yang
memiliki penduduk mayoritas Kristen protestan telah dimekarkan menjadi empat
kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten
Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli.
Suku
Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias.
Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka "Ono Niha"
(Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai "Tanö
Niha" (Tanö = tanah).
Suku
Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang
masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan
mulai dari kelahiran sampai kematian. Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya
megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu
besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarang. Kasta : Suku Nias mengenal
sistem kasta(12 tingkatan Kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah
"Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu
melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan
ekor ternak babi selama berhari-hari.
KEBUDAYAAN
Fahombo, Hombo Batu atau
dalam bahasa Indonesia "Lompat Batu"
adalah olah raga tradisional Suku Nias. Olah raga yang
sebelumnya merupakan ritual pendewasaan Suku Nias ini
banyak dilakukan di Pulau Nias dan menjadi objek wisata tradisional unik yang teraneh hingga
ke seluruh dunia.Mereka harus melompati susunan bangunan batu setinggi 2 meter dengan ketebalan 40 cm.
Omo adalah sebutan untuk rumah bagi
orang Nias. Ada dua macam bentuk rumah orang Nias, Omo Hada (rumah adat) dan Omo Pasisir Rumah
biasa yang telah terpengaruh oleh budaya luar. Omo Hadamerupakan
rumah kediaman para Tuhénori, Sawala, dan para bangsawan. Bentuknya yang
sangat megah terbuat dari kayu dengan lantai beralasakan daun rumbia.
Ada dua macam bentuk untuk rumah adat
berbentuk bulat dan persegi panjang dengan penompang tiang yang besar dan
tinggi menjadikan rumah panggung yang megah. Di pelataran rumah adat terdapat
bangunan-bangunan megalitikum seperti tugu batu yang disebut Saita Gari untuk sebutan orang Nias dibagian
Selatan, Béhu di
Tenggara, dan Gowé Zalava di
Utara,Timur, dan Barat.
3.
Tari
Perang(Foluaya)
Tari Perang (dalam bahasa
Nias=“Foluaya”) merupakan lambang kesatria para pemuda di desa – desa di
Nias, untuk melindungi desa dari ancaman musuh, yang diawali dengan Fana’a atau
dalam bahasa Indonesia disebut dengan ronda atau siskamling. Pada saat ronda
itu jika ada aba-aba bahwa desa telah diserang oleh musuh maka seluruh prajurit
berhimpun untuk menyerang musuh. Setelah musuh diserang, maka kepala musuh itu
dipenggal untuk dipersembahkan kepada Raja, hal ini sudah tidak dilakukan lagi
karna sudah tidak ada lagi perang suku di Nias. Persembahan ini disebut juga
dengan Binu. Sambil menyerahkan kepala musuh yang telah dipenggal tadi kepada
raja, para prajurit itu juga mengutuk musuh dengan berkata “Aehohoi”yang
berarti tanda kemenangan setelah di desa dengan seruan “Hemitae” untuk mengajak
dan menyemangati diri dalam memberikan laporan kepada raja di halaman, sambil
membentuk tarian Fadohilia lalu menyerahkan binu itu kepada raja. Setelah itu,
raja menyambut para pasukan perang itu dengan penuh sukacita dengan mengadakan
pesta besar-besaran. Lalu, raja menyerahkan Rai, yang dalam bahasa Indonesia
seperti mahkota kepada prajurit itu. Rai dalam suku Nias adalah merupakan tanda
jasa kepada panglima perang. Tidak hanya Rai yang diberikan, emas beku juga
diberikan kepada prajurit-prajurit lain yang juga telah ikut ambil bagian dalam
membunuh musuh tadi. Kemudian, raja memerintahkan “Mianetogo Gawu-gawu
Bagaheni”, dengan fatele yang menunjukkan ketangkasan dengan melompat-lompat
lengkap dengan senjatanya yang disebut Famanu-manu yang ditunjukkan oleh dua
orang prajurit yang saling berhadap-hadapan. Seiring berkembangnya Zaman
Tradisi ini dilakukan hanya pada hari hari tertentu atau untuk merayakan acara
acara tertentu.
4. Tari Maena
Tari Maena merupakan Tari yang seringkali
menjadi pertunjukan hiburan ketika suku Nias menyelenggarakan pesta pernikahan
adat. Dalam upacara pernikahan adat, pertunjukan tari Maena diselenggarakan
ketika mempelai lelaki tiba di rumah mempelai wanita. Tarian ini ditarikan oleh
keluarga dari pihak mempelai lelaki untuk memuji kecantikan mempelai wanita dan
kebaikan keluarga pihak wanita. Setelah mempelai lelaki, keluarga dari mempelai
wanita pun menyambut kedatangan keluarga pihak lelaki dengan menyelenggarakan
tari Maena.
Tarian
ini menjadi simbol untuk memuji mempelai lelaki beserta keluarganya. Sesekali,
Tari Maena menjadi tari penyambutan tamu kehormatan yang berkunjung ke Pulau
Nias. Dalam sebuah pertunjukan, tari Maena ditarikan oleh beberapa pasang
penari lelaki dan wanita. Dari awal hingga pertunjukan usai, gerakan tari Maena
didominasi dengan perpaduan gerak tangan dan kaki. Gerakannya terlihat
sederhana namun tetap penuh semangat dan dinamis.
Kesederhanaan
gerak itulah yang membuat siapa saja termasuk anda dapat menjadi penari tari
Maena. Tidak ada batasan berapa jumlah penari Maena. Semakin banyak peserta
tari Maena, gerakan tari Maena semakin terlihat semangat. Daya tarik utama dari
tari Maena yakni lantunan beberapa rangkaian pantun Maena. Pantun Maena
disampaikan oleh satu atau dua orang pemain yang dalam bahasa Nias
disebut “Sanutuno Maena”. Tidak semua orang dapat menjadi Sanutuno Maena.
Seorang Sanutuno Maena harus fasih berbahasa Nias.
Biasanya,
yang menjadi Sanutuo Maena yakni tetua adat atau sesepuh suku Nias. Isi pantun
disesuaikan dengan waktu pertunjukan tari Maena dipertunjukkan. Ketika tari
Maena diselenggarakan pada pesta pernikahan, pantun biasanya berisi kegembiraan
dan doa untuk kedua mempelai. Namun ketika tari Maena dijadikan tari penymbuta
tamu kehormatan, pantun Maena menggambarkan rasa hormat warga Nias kepada tamu.
Pantun Maena biasanya disampaikan pada awal pertunjukan.
Setelah
Sanutuo Maena menyampaikan beberapa bait pantun, pertunjukan tari Maena
dilanjutkan dengan nyanyian berbahasa Nias. Dengan lantang, para penari Maena
menyanyikan beberapa syair lagu yang isinya disesuaikan dengan tema acara.
Mulai dari awal penyampaian, lirik lagu dalam pertunjukan tari Maena tetaplah
sama dan disampaikan secara berulang. Syair lagu itulah yang mengiringi gerakan
para penari Maena hingga pertunjukan tari Maena usai.
Makanan khas
·
Bae - Bae
·
Gowi Nihandro (Gowi Nitutu ; Ubi tumbuk)
·
Harinake (daging babi cincang dengan cacahan yang tipis dan
kecil-kecil)
·
Godo-godo (ubi / singkong yang diparut, dibentuk bulat-bulat
kemudian direbus setelah matang di taburi dengan kelapa yang sudah di parut)
·
Köfö-köfö(daging ikan yang dihancurkan, dibentuk bulat dan
dijemur/dikeringkan/diasap)
·
Ni'owuru (daging babi yang sengaja diasinkan agar bisa bertahan
lama)
·
Ratigae (pisang goreng)
·
Tamböyö (ketupat)
·
löma (beras ketan yang dimasak dengan menggunakan buku bambu)
·
Gae nibogö (pisang bakar)
·
Kazimone (terbuat dari sagu)
·
Wawayasö (nasi pulut)
·
Gulo-Gulo Farö (manisan dari hasil sulingan santan kelapa)
·
Bato (daging kepiting yang dipadatkan dalam bentuk bulat agar
dapat bertahan lama; terdapat di Kepulauan Hinako)
·
Nami (telur kepiting dapat berupa nami segar atau yang telah
diasinkan agar awet, dapat bertahan hingga berbulan-bulan tergantung kadar
garam yang ditambahkan)
Peralatan Rumah Tangga di Nias
·
Bowoa tanö - periuk dari tanah liat, alat masak tradisional
·
Figa lae - daun pisang yang dipakai untuk menjadi alas makanan
·
Halu (alat menumbuk padi) - dfsf
·
Lösu - lesung
·
Gala - dari kayu seperti talam
·
Sole mbanio - tempat minum dari tempurung
·
Katidi - anyaman dari bambu
·
Niru (Alat untuk menapik beras untuk memisahkan dedak)
·
Haru - sendok nasi
Ciri Khas dan Mata Pencarian
Orang-orang di Nias sangat mahir dalam kegiatan
membuat patung, memahat, melukis, mengolah logam seperti emas, dan perak. Di
samping itu, mereka juga menjadi nelayan, melakukan perburuan hewan,
bertani-berkebun, dan beternak unggas. Kekhasan budaya Nias justru tercermin
lewat tata atur sosial dan adat yang melingkupi berbagai kehidupan, arsitektur,
seni dan juga berkaitan dengan alam kepercayaan mereka.
Mata pencaharian orang Nias pada masa lalu sangat bergantung
pada alamnya. Mereka melakukan sistem ladang berpindah. Lahan-lahan pertanian
itu dibuka dan kemudian digarap dengan ditanami berbagai jenis tanaman yang
berguna. Setelah hasil kebun itu dipanen dan tanah dinilai sudah tidak lagi
produktif, mereka kemudian mencari atau membuka lahan baru hingga lahan yang
ditinggalkan akan menjadi subur kembali dengan sendirinya.
Selain itu, masyarakat suku Nias pada masa lalu juga berburu. Berburu berkaitan dengan kepercayaan bahwa pemilik segala yang terdapat di hutan adalah Bela. Maka dalam melaksanakan perburuan selalu didasarkan pada pemberian persembahan kepada Bela. Kegiatan berburu ini dilakukan secara perorangan maupun berkelompok. Dalam kegiatan kelompok ini sudah diatur dalam adat mengenai sistem pembagian pekerjaan, bagi hasil, dan larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar ketika sedang berburu. Masyarakat suku Nias juga beternak, mereka terutama memelihara babi. Karena babi sangat penting dalam hal kebutuhan upacara adat dan kebutuhan persembahan dalam ritual keagamaan suku Nias. Kini, orang-orang Nias telah banyak melakukan jenis-jenis pekerjaan lainnya, tetapi bertani, berladang, dan beternak masih merupakan kegiatan utama yang mereka kerjakan.
Itulah seputar Suku Nias, terimakasih sudah menyimak semoga bisa
bermanfaat untuk semuanya J
Walaikumusalam wr.wb
Referensi
https://kenshin55laoly.wordpress.com/kebuyaan/
Komentar
Posting Komentar